"Maaf Kakanda, aku harus pulang ke kahyangan. Tolong jaga baik-baik putri kesayangan kita, Nawangsih. Tolong Kakanda buatkan dangau di dekat rumah. Letakkan Nawangsih setiap malam di dangau.
Aku akan datang setiap malam untuk menyusui putri kesayangan kita. Dan tolong jangan mengintip saat aku tengah menysusui Nawangsih. Selamat Tinggal.” Nawang Wulan kemudian terbang ke kahyangan.
Jaka Tarub merasa sedih dan sangat menyesal dengan perbuatannya. Ia segera membuat dangau di dekat rumah. Dan sesuai permintaan istrinya, ia meletakkan putrinya, Nawangsih, setiap malam di dangau untuk disusui oleh Nawang Wulan.
Sejak saat itu, Jaka Tarub menjadi pemuka di desanya dengan gelar Ki Ageng Tarub. Brawijaya, raja Majapahit saat itu, bersahabat baik dengan Ki Ageng Tarub. Suatu hari, Brawijaya menginginkan agar Ki Ageng Tarub merawat keris pusaka miliknya yang bernama Kyai Mahesa Nular. Oleh karenanya Brawijaya kemudian mengirim dua orang utusan yaitu Ki Buyut Masahar dan Bondan Kejawan untuk menemui Ki Ageng Tarub. Bondan Kejawan merupakan putra kandung Brawijaya, oleh karenanya Ki Ageng Tarub meminta agar Bondan Kejawan tinggal bersamanya di desa Tarub.Aku akan datang setiap malam untuk menyusui putri kesayangan kita. Dan tolong jangan mengintip saat aku tengah menysusui Nawangsih. Selamat Tinggal.” Nawang Wulan kemudian terbang ke kahyangan.
Sejak saat itu, Bondan Kejawan tinggal bersama Ki Ageng Tarub dan diganti namanya menjadi Lembu Peteng. Setelah Lembu Peteng dan Nawangsih tumbuh dewasa, Ki Ageng Tarub pun menikahkan keduanya. Waktu berlalu Ki Ageng Tarub meninggal dunia.
Lembu Peteng menggantikan posisinya sebagai Ki Ageng Tarub yang baru. Lembu Peteng dan Nawangsih memiliki seorang putra bernama Ki Ageng Getas Pandawa. Setelah dewasa, Ki Ageng Getas Pandawa memiliki seorang putra yang bergelar Ki Ageng Sela. Panembahan Senopati (Raden Sutawijaya) (1587 – 1601) sang pendiri Kesultanan Mataram, merupakan cicit Ki Ageng Sela.
Comments
Post a Comment