Mitos Mengatasi Perselingkuhan Dengan Ritual Sumpah Di Makam Mbah Liwung

Di Kelurahan Tambakrejo, Purworejo, ada sebuah makam tua bernama makam Kyai Liwung. Tak banyak yang tahu, soal asal usul Kyai Liwung ini. Keberadaan makamnya, menjadi cerita tersendiri, dan menarik untuk ditelusuri.



Sesuai namanya, Kyai Liwung memiliki makna limbung, atau kondisi jiwa seseorang yang tengah galau karena mengalami suatu permasalahan yang berat. Dan dalam perkembangannya memang, di makam Kyai Liwung juga sering jadi tujuan orang-orang yang tengah dalam kondisi galau karena suatu permasalahan berat.



Menurut Mbah Slamet (68), juru kunci makam Kyai Liwung, kisah perjalanan hidup Kyai Liwunglah yang membuat makam tua yang dirawatnya itu, sering jadi tumpuan orang-orang untuk mendapatkan jalan keluar ketika tertimpa masalah. Dari kesekian permasalahan yang sering dialami para pengalap berkah,Mbah Slamet mengakui, yang paling mendominasi adalah permasalahan tentang rumah tangga, dalam hal ini adalah urusan cinta.



“Banyak sekali pasangan pasutri yang tengah goncang rumah tangganya kesini, untuk mencari jalan keluar. Mayoritas ada hubungannya dengan perselingkuhan,” papar Slamet.



Toh begitu, menurut Slamet, tujuan dari para pengalap berkah hanyalah untuk kebaikan. Artinya, jika sebuah rumah tangga digoncang prahara karena salah satu pasangannya selingkuh, semua bisa di akhiri dengan laku ritual di makam Kyai Liwung. Dari pengakuan Mbah Slamet, sawab dan tempat keramat yang dijaganya itu memang khusus untuk mengatasi perselingkuhan.



Lantas, siapa jati diri Kyai Liwung tu sendiri? Kenapa bisa memiliki sawab khusus untuk mengatasi perselingkuhan? Dan cerita turun temurun yang diterima Mbah Slamet dari para leluhurnya, keberadaan Kyai Liwung ini, ternyata erat kaitannya dengan keberadaan Kadipaten Loano, sebuah kerajaan yang jaya pada masanya, ratusan tahun silam. Loano sekarang ini, merupakan sebuah nama kecamatan di sebelah utara Purworejo.

Dan bagi masyarakat Purworejo sendiri, keberadaan Kadipaten Loano pada masa lalu, juga menjadi kisah tersendiri. Ada babad Loano yang mengungkap semuanya. Kisah bermula dari seorang tokoh bernama Bethoro Loano, yang diperkirakan hidup di tahun 1200 an. Bethoro Loano ini, sebenarnya bernama Aryo Bangah, seorang putra Pajajaran yang pergi mengembara ke pulau Jawa bagian timur, untuk mencari adiknya yang bernama Joko Sesuruh.



Namun saat pencarian itu, Aryo Bangah menghentikan perjalanannya di suatu daerah di tepian sungai Bogowonto, wilayah Bagelen sebelah utara (Purworejo). Bersama pengikutnya, akhirnya Aryo Bangah menetap disini. Tempat tersebut akhirnya disebut dengan Bumi Singgelo. Dan Aryo Bangah dikenal dengan Buyut Singgelo.



Buyut Singgelo berputra dua, yakni Pangeran Anden dan Ki Manguyu. Menginjak dewasa, Pangeran Anden ini diperintahkan mengabdi di Majapahit, sekalian mencari pamannya, Joko Sesuruh. Dalam pengabdiannya, Pangeran Anden malah dihadiahi putri raja bernama Dewi Marilangen, dan diperintahkan kembali ke Singgelopuro.

Selanjutnya, Bumi Singgelopuro diserahkan ke Pangeran Anden, dan Buyut Singgelo menuju Gunung Sumbing untuk bertapa, menjauhkan dari dari keramaian dunia. Selanjutnya, Buyut Singgelo ini dikenal dengan sebutan Bethoro Loano. Bumi Singgelopuro sendiri, dalam perkembangannya berganti nama menjadi Loano.



Saat itulah, terjadi sebuah prahara di Kadipaten Loano, yakni, ada yang mengganggu hubungan Pangeran Anden dengan sang istri, Dewi Manilangen. Si pengganggu ini bernama Pangeran Joyokusurno, seorang putra Majapahit, yang ternyata sebelumnya punya hubungan affair dengan bibinya sendiri, Dewi Marilangen, namun ditentang raja Majapahit. Dan hubungan gelap itu terus berlanjut, meski Dewi Marilangen sudah menjadi istri Pangeran Anden.“lstilah sekarang selingkuh,” jelas Mbah Slamet.



Tak terima istrinya diganggu (diselingkuhi) Pangeran Anden melabrak Pangeran Joyokusumo. Keduanya sempat perang tanding, adu kesaktian. Namun ternyata, Pangeran Anden kalah. Selanjutnya, Pangeran Anden menuju Gunung Sumbing, meminta bantuan ayahnya, Bethoro Loano. Sang ayah sanggup membantu putranya, untuk menyingkirkan Pangeran Joyokusumo.



Namun Bethono Loano sudah terlanjur bersumpah untuk tak mengurusi hal-hal bersifat keduniawian. Karena itu, Bethoro Loano punya cara lain. Bethoro Loano turun dari Gunung Sumbing dengan cara menghanyutkan tubuhnya diatas rakit batang pisang atau topo ngeli di aliran Sungai Bogowonto.

Saat topo ngeli ini, kondisi hati Bethono Loano tengah galau. Sampailah suatu saat ia di daerah Tambak, di sini batang pisangnya tersangkut di parapara perangkap ikan, milik Kyai Tambak. Saat ditemukan, Bethoro Loano dalam kondisi linglung (liwung). Dia bingung, bagaimana cara membantu putranya, menyingkirkan Pangeran Joyokusumo.



Karena kondisinya itu, akhirnya Bethoro Loano disebut dengan Kyai Liwung. Di pinggiran sungai Bogowonto di daerah Tambak ini, Kyai Liwung sempat bertapa untuk beberapa saat, hingga akhirnya dia berternu dengan Kyai Ganggeng. Pada Kyai Ganggeng, Kyai Liwung yang sejatinya Bethoro Loano ini menceritakan, apa yang menjadikannya turun gunung dan membuat hatinya galau, pikirannya liwung (bingung). Setelah mengetahui permasalahannya, Kyai Ganggeng pun bersedia membantu Kyai Liwung. Setelah mendapatkan orang yang bersedia membantu masalah putranya, Kyal Liwung pun kembali ke Gunung Sumbing.



“Tempat Kyai Liwung bertapa itu, akhirnya dikenal sebagai makam Kyai Liwung. Namun sebenarnya, hanya petilasan,” cerita Mbah Slamet.


Sekembalinya Kyai Liwung, Kyai Ganggeng menemui Pangeran Semono (penguasa Awu-awu langit), meminta bantuannya. Selanjutnya, Pangeran Semono memerintahkan Patih Lowo ijo untuk menangkap Pangeran Joyokusumo. Segera setelah itu Patih Lowo ijo bergegas menuju Kadipaten Loano.

Singkat cerita, sesampai di istana Loano, Lowo Ijo mendapati Pangeran Joyokusumo sedang berupaya masuk ke keraton dengan cara seperti maling, melompati pagar beteng keraton. Di tempat ituhah terjadi pertarungan antara Pangeran Joyokusurno dengan Lowo ijo.



Puncak adu kesaktian keduanya, ketika Lowo ijo berubah menjadi asap dan masuk kedalam kendi, disusul Pangeran Joyokusumo yang juga berubah menjadi asap, lantas masuk ke dalam kendi Iainnya Mengetahui hal itu, Lowo Ijo segera keluar dari kendi dan berubah menjadi manusia kembali, dan dengan sigap menutup mulut kendi yang dimasuki Pangeran Joyokusumo. Pangeran Joyokusumo pun terjebak di dalamnya.



Akhirnya Lowo Ijo membawa kendi berisikan Pangeran Joyokusumo ke hadapan Kyai Ganggeng. Di hadapan Kyai Ganggeng, dibantinglah kendi tersebut, dan segera asap keluar membumbung dan berubah wujud menjadi sosok Pangeran JoyokuSumo.



“Kemudian terjadilah perkelahian antara Kyai Ganggeng dan Pangeran Joyokusumo. Karena keduanya sama-sama Sakti, mereka tewas sampyuh, atau mati secara bersamaan,” terang Mbah Slamet. Sebagai petilasan orang linuwih, makam Kyai Liwung akhirnya menjadi sebuah tempat keramat. Dan dari kisah tersebut, menjadikan banyak orang yang tengah mengalami permasalahan berat rumah tangga, nyepi atau menjalani laku ritual di makam Kyai Liwung, untuk mendapatkan petunjuk.



Yang menjadikan makam Kyai Liwung memiliki sawab khusus untuk mengatasi perselingkuhan, ujar Mbah Slamet, berkaitan usaha Kyai Liwung (Bethoro Loano) yang berhasil menyingkirkan Pangeran Joyokusumo yang telah menyelingkuhi anak mantunya, Dewi Marilangen.



“Itulah kenapa, sawab khusus dari makam Kyai Liwung ini sangat cocok untuk tolak selingkuh atau mengatasi perselingkuhan. Beliau tak ingin anak cucunya bernasib seperti putranya dalam berumah tangga, istrinya diganggu pria lain,” ungkap Mbah Slamet.



Aku Mbah Slamet, ritual yang disebutnya dengan ritual tolak selingkuh atau ritual anti selingkuh itu, biasanya dilakukan oleh para ibu-ibu, yang rumah tangganya kurang harmonis, karena sang suami suka selingkuh. Dengan ritual tolak selingkuh ini, rumah tangga akan kembali rukun, dan suami tak selingkuh lagi. Yang dimaksud dengan tolak sehingkuh ini, jelas Mbah Slamet, bisa mengandung dua makna.

 Yang pertama, menolak atau mengantisipasi agar pasangan kita, baik suami atau istri tak sehingkuh. Artinya, mengantisipasi agar tak terjadi perselingkuhan diantara pasangan suami istri dalam berumah tangga.



Mbah Slamet mengistilahkan, mengunci pasangan masing-masing agar tak menyeleweng. Ritual ini bisa dilakukan suami atau istri, atau kedua duanya sekaligus. Karena tujuannya untuk keharmonisan berumah tangga, maka akan ada semacam ikatan atau janji, bahwa keduanya tak akan mengkhianati pasangan masing-masing. Janji ini, diikrarkan keduanya, di depan makam Kyai Liwung, dengan kesungguhan hati masing-masing. Soah isi janji kesetiaan ini, tergantung kesepakatan keduanya. Meski terlihat sepele, namun Mbah Slamet mengingatkan, agar jangan sembarangan. Artinya, jangan umbar janji sembarangan, tanpa mempertimbangkan resikonya.



Misalnya saja, kata Mbah Shamet, jika ada pasangan suami istri sama-sama melakukan rituah tolak sehingkuh ini, dan dalam pengucapan janji, keduanya berujar, jika salah satu dari keduanya melakukan perselingkuhan atau melangggar janji, maka salah satunya (Si pelanggar) akan mati, maka hal itu bisa saja terjadi.



“Itu namanya kesiku atau kualat dengan sumpahnya sendiri. Jadi jangan sembarangan ucap janji.

Comments