Orang yang bermukim di wilayah Gunung Merapi percaya bahwa terdapat Keraton Mahluk Halus di gunungnya yang serupa Kraton Mataram dalam dunia manusia. Konon Panembahan Senopati pendiri kerajaan Mataram mendapat kemenangan dalam perang melawan kerajaan Pajang dengan pertolongan penguasa Merapi.
Gunung Merapi meletus sampai menewaskan pasukan tentara Pajang, sisanya lari pontang-panting ketakutan. Penduduk yakin bahwa Gunung Merapi di samping dihuni oleh manusia pun dihuni oleh makhluk makhluk lainnya yang mereka sebut sebagai bangsa alus atau makhluk halus. Penduduk di wilayah Gunung Merapi mempunyai keyakinan tentang adanya tempat-tempat seram atau sakral.
Besarnya rasa percaya masyarakat setempat terhadap eksistensi Eyang Merapi menciptakan mereka yakin bahwa bakal hal-hal yang mistis yang terjadi menimpa masyarakat. Misalnya, pintu gerbang kramat, warga yang bermukim di lereng gunung Merapi tersebut percaya bahwa pintu gerbang tersebut pencegah dari segala marabahaya.
Para praktikan kebatinan dapat melihat kemegahan Keraton Merapi yang indah flamboyan tersebut dengan mata batinnya. Salah satu mitos yang begitu powerful di kalangan masyarakat, bahwa area selatan adalahhalaman kerajaan gaib Merapi.
Pintu gerbang yang berdiri sekitar 9 abad tersebut nyaris pernah tersentuh bencana gunung Merapi. Padahal secara teknis wilayah tersebut tergolong daftar wilayah bahaya. Hal tersebut juga tak lepas dari eksistensi dua buah bukit (Wutah dan Kendit) yang bermanfaat sebagai benteng desa-desa selama Kinahrejo. Berdasarkan keterangan dari penuturan warga, Bukit Kendit maupun bukit Wutah masuk dalam distrik kekuasan Eyang Merapi. Itukan pasebannya (tempat guna menghadap raja) kraton Eyang Merapi.
Tempat-tempat yang paling seram di Gunung Merapi ialah kawah Merapi sebagai Istana dan pusat Kraton mahluk halus Gunung Merapi. Di bawah puncak Gunung Merapi ada wilayah batuan dan pasir yang mempunyai nama “Pasar Bubrah” yang oleh masyarakat diandalkan sebagai lokasi yang paling angker. “Pasar Bubrah” tersebut diandalkan masyarakat sebagai pasar besar Kraton Merapi dan pada batu besar yang berserakan di wilayah itu dirasakan sebagai warung dan meja kursi mahkluk halus
Bagian dari Kraton mahluk halus Merapi yang dirasakan angker ialah Gunung Wutoh yang dipakai sebagai pintu gerbang utama Kraton Merapi. Gunung Wutoh dipertahankan oleh mahkluk halus yakni “Nyai Gadung Melati”yang bertugas mengayomi lingkungan di wilayah gunungnya termasuk tumbuhan serta hewan.
Selain lokasi yang bersangkutan langsung dengan Kraton Merapi ada pun tempat beda yang dirasakan angker. Daerah selama makam Sjech Djumadil Qubro adalahtempat seram karena makamnya ialah makam guna nenek moyang warga dan tersebut harus dihormati.
Selanjutnya tempat-tempat lain laksana di hutan, sumber air, petilasan, sungai dan jurang juga dirasakan angker. Beberapa hutan yang dianggap seram yaitu: “Hutan Patuk Alap-alap” dimana lokasi tersebut dipakai untuk lokasi penggembalaan ternak kepunyaan Kraton Merapi , “Hutan Gamelan dan Bingungan” serta “Hutan Pijen dadn Blumbang”. Bukit Turgo, Plawangan, Telaga putri, Muncar, Goa Jepang, Umbul Temanten, Bebeng, Ringin Putih dan Watu Gajah.
Beberapa jenis hewan keramat bermukim di hutan sekeliling Gunung Merapi dipunyai oleh Eyang Merapi. Binatang hutan, khususnya macan putih yang bermukim di hutan Blumbang, pantang di bekuk atau di bunuh. Selanjautnya kuda yang bermukim di hutan Patuk Alap-alap, di dekat Gunung Wutoh, dan diantara Gunung Selokopo Ngisor dan Gunung Gajah Mungkur ialah dianggap/dipakai oleh rakyat Kraton Mahluk Halus Merapi sebagai hewan tunggangan dan penarik kereta.
Dalam Kraton merapi ada organisasi sendiri yang menata hirarki pemerintahan dengan segala atribut dan aktivitasnya. Keraton Gunung Merapi ini dihuni oleh sembilan penjaga mahluk halus. Makhluk penjaga merapi tersebut antara beda :
1. Eyang Merapi. Penduduk setempat menuliskan Eyang Merapi sebagai penunggunya. Tapi siapakah sebetulnya Eyang Merapi itu? Berdasarkan keterangan dari mbah Maridjan, Eyang Merapi ialah seorang raja sekaligus figur utama yang menjadi pimpinan semua lelembut penghuni Merapi.
2. Eyang Sapu Jagad. Tokoh kedua yang keberadaannya pun masyarakat setempat ialah Eyang Sapu Jagad. Penunggu kawah Merapi berikut yang memegang kunci meledak atau tidaknya gunung tersebut. Makanya, demi mengawal kemarahannya, masing-masing tahun sekali Kraton Jogjakarta mengadakan ritual labuhan yang dipersembahkan kepadanya, tergolong kedua panglimanya yaitu Kyai Grinjing Wesi dan Kyai Grinjing Kawat.
3. Eyang Megantara. Tokoh ketiga ialah Eyang Megantara. Pemuka dedemit yang membisu di puncak Merapi ini mempunyai kewenangan mengendalikan cuaca dan memantau sekitar area Merapi. Tidak tidak sedikit penjelasan mengenai tokoh ketiga dari Penunggu Gunung Merapi ini.
4. Nyi Gadung Melati. Tokoh keempat ialah Nyi Gadung Melati, dia pemimpin dedemit perempuan dengan ratusan pasukannya yang rata-rata berwajah manis serta berseragam busana warna hijau pupus pisang. Tugas pokoknya ialah menjaga kesuburan tumbuhan gunung.
5. Eyang Antaboga. Tokoh kelima ialah Eyang Antaboga. Makhluk dari bangsa jin ini mendapat tugas lumayan berat sebab harus tidak jarang kali menjaga ekuilibrium gunung supaya tidak terbenam ke dalam bumi.
6. Kyai Petruk. Tokoh keenam ialah Kyai Petruk. Pemuka jin ini bertugas member wangsit tentang waktu meletusnya Merapi, tergolong pun member teknik – teknik tertentu untuk penduduk supaya terhindar dari ancaman bahaya lahar panas Merapi. Di pundak jin berikut keselamatan warga tergantung.
7. Kyai Sapu Angin. Tokoh ketujuh ialah Kyai Sapu Angin. Tokoh ketujuh ini adalahpemimpin roh halus yang khusus menata arah angin.
8. Kyai Wola Wali. Tokoh kedelapan ialah Kyai Wola Wali. Tokoh ini bertugas mengawal sembari menata teras Keraton Merapi.
9. Kartadimejo. Tokoh kesembilan ini bertugas sebagai komandan pasukan makhluk halus sekaligus mengawal ternak serta satwa gunung, tergolong memberi kepastian untuk penduduk mengenai kapan tepatnya Merapi meletus. Jin terakhir ini kerap mengunjungi penduduk sampai-sampai namanya lumayan terkenal di kalangan warga Merapi.
Begitu besarnya jasa-jasa yang telah diserahkan oleh tokoh-tokoh penghuni Gunung Merapi, maka sebagai wujud kerinduan mereka dan terima kasih terhadap Gunung Merapi masyarakat di dekat Gunung Merapi menyerahkan suatu upeti yakni dalam format upacara-upacara ritual keagamaan. Sudah menjadi tradisi keagamaan orang jawa yakni dengan menyelenggarakan Selamatan atau Wilujengan, dengan mengerjakan upacara keagamaan dan perbuatan keramat.
Comments
Post a Comment