Asmat sang penjaga makam sepanjang 7 meter di Alas Purwo Banyuwangi

Asmat sudah delapan tahun mengabdikan diri menjaga makam yang dikenal dengan nama Kuburan Mbah Dowo.

Tidak laksana makam pada umumnya, terletak di tengah belantara hutan jati area Taman Nasional Alas Purwo, Desa Kalipait, Kecamatan Tegaldlimo, terdapat suatu makam sepanjang tujuh meter. 


Makam Mbah Dowo
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab
Rata-rata panjang kuburan di perumahan pemakaman umum pasti menyesuaikan dengan postur tinggi badan orang yang dimakamkan. Tapi kuburan sepanjang tujuh meter ini memunculkan tanda tanya, apa yang terdapat di dalamnya?


Asmat (55) telah delapan tahun mengabdikan diri mengawal makam yang dikenal dengan nama Kuburan Mbah Dowo (Kuburan Mbah Panjang). Dia menjelaskan, tidak terdapat bukti tertulis atau sumber sejarah tentu tentang apa yang terdapat di dalam kuburan tersebut. Namun Asmat meyakini, di dalamnya adalahbenda pusaka peninggalan leluhur.

"Jadi ini belum terdapat yang tahu sejarah awalnya kapan. Ada yang menyinggung ini petilasan (peninggalan pusaka), jadi bukan kuburan laksana umumnya. Petilasan leluhur zaman dahulu," ujar Asmat untuk Merdeka Banyuwangi saat didatangi di rumahnya, Rabu (31/8).

Rumah Asmat terletak di samping kuburan Mbah Dowo. Selama delapan tahun menjaga, dia hidup seorang diri dengan lokasi tinggal yang tercipta dari anyaman bambu. Menurut kisah yang tersebar dari penduduk sekitar secara turun temurun, kuburan Mbah Dowo telah ada sebelum pendahuluan area Perhutani atau hutan buatan yang pernah dikuasai Kolonial Belanda.




Asmat ketika duduk di halaman rumahnya yang tak jauh dari Makam Mbah Dowo
© 2016 merdeka.com/Mohammad Ulil Albab
Asmat sendiri adalahpenjaga kuburan Mbah Dowo ke-9. "Sebelum terdapat Perhutani telah ada ini. Saya orang kesembilan yang jaga. Sebelum saya tersebut Pak Usman," ujarnya.

Bila hendak mengetahui informasi mengenai makam lebih lengkap, kata Asmat diperlukan meditasi. Tujuannya supaya bisa berkomunikasi dengan leluhur kuburan Mbah Dowo. Informasi spiritual yang berkembang di masyarakat, nama Mbah Dowo sebetulnya adalahEyang Suryo Bujo Negoro. "Macam-macam ceritanya, bila dari saya tersebut isinya bukan pusaka, namun manusia," ujar di antara warga sekitar lokasi Makam Mbah Dowo, Sardi (73). 

Sementara itu, Asmat sendiri tetap mempercayai bahwa di dalamnya adalahpetilasan benda pusaka berupa tombak. "Di situ terdapat peninggalan laksana pusaka, payung tungul nogo dan pusaka kyai tombak korowelan," kata lelaki kelahiran Kecamatan Genteng ini.

Untuk menuju tempat makam Mbah Dowo, pengunjung lumayan mencari Kantor Seksi Pengelolaan Taman Nasional Alas Purwo Wilayah I (Kantor PA). Kemudian tepat di samping Kantor PA terdapat jalan masuk dengan situasi terjal mengarah ke makam Mbah Dowo. Jarak yang ditempuh tidak cukup lebih 2 kilometer dengan menyusuri hutan pohon jati. 

Di tempat makam Mbah Dowo telah dilengkapi toilet, musola, pendopo untuk lokasi duduk bersama, serta sebuah lokasi tinggal milik Asmat. Alasan utama Asmat inginkan mengabdikan diri mengawal dan mengasuh peninggalan sejarah ini, yakni hendak menguji kesabaran. 

"Prinsipku di sini melulu menguji kesabaran. Meski tidak sedikit tantangan dan cobaan hingga delapan tahun. Yang jaga sebelum saya, tidak sedikit gak kuat bisa jadi ada tingkah yang tidak bagus," ujarnya.

Saat ditanya apa tantangannya, Asmat bercerita meski melulu seorang penjaga makam Mbah Dowo, ternyata tidak sedikit yang iri hendak mengambil alih. Namun tujuannya lebih ke arah spiritual. "Pernah inginkan dikeroyok orang, diusir orang, inginkan direbut lokasinya di sini. Ingin jadi dukun-dukun di sini. Alhamdulillah dapat bertahan di sini hingga 8 tahun," tuturnya.

Makam Mbah Dowo, akan paling ramai dikunjungi orang dari sekian banyak  daerah. Terutama pada hari-hari sakral laksana Jumat Legi dan malam Satu Suro, (Penanggalan Jawa). Keramaian pengunjung dicerminkan Asmat yakni pendopo berukuran 5 kali 5 meter, diperbanyak musola dan rumahnya sendiri sampai diisi orang berziarah.


Tujuan peziarah juga macam-macam, mayoritas berdoa supaya diberi keselamatan, kesehatan dan rezeki yang lancar. "Tapi doanya mesti ditujukan ke Tuhan. ini melulu sebagai lantaran melewati leluhur kita, mohon barokahnya," jelasnya.

Sebelum mengawal makam Mbah Dowo, Asmat adalahpengusaha yang memproduksi sekian banyak  jenis pakaian wanita di Jakarta. "Sebelumnya jadi penjahit di Jakarta, selama tahun tahun 1985. Jahit segala jenis pakaian wanita sampai sukses. Kemudian mondok, ngaji di lampung guna memperdalam ilmu agama hingga di sini, mengajar kesabaran," kata Asmat.

Saat ditanya, apa hiburannya saat seringkali sendiri selama mengawal makam. Dia melulu menjawab singkat. "Hiburannya suara burung, angin, hutan dan kesunyian alam," ujar dia.

Comments